Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Membaca Menulis Permulaan Pada Siswa Sekolah Dasar

Membaca Menulis Permulaan

Membaca Menulis Permulaan


a.         Pengertian Membaca Menulis Permulaan (MMP)
Pembelajaran membaca dan menulis di Sekolah Dasar terbagi menjadi dua tahap yaitu membaca menulis permulaan yang diberikan di kelas satu dan dua, serta membaca dan menulis lanjutan diberikan dikelas III, IV, V dan VI. Membaca menulis permulaan merupakan jenjang dasar yang menjadi landasan bagi pendidikan selanjutnya. Perhatian perlu ditekankan pada belajar membaca menulis permulaan. Sebab kegagalan dalam belajar membaca menulis dapat menjadi kendala bagi kelanjutan siswa pada jenjang pendidikan ditingkat atasnya.
Darmiyati dan Budiasih (1997: 57), “membaca permulaan di kelas I dan kelas II merupakan pembelajaran membaca tahap awal kemampuan membaca yang diperoleh siswa di kelas I dan kelas II akan menjadi dasar pembelajaran membaca di kelas berikutnya”.
Jadi di sekolah dasar ada dua jenis membaca yaitu membaca permulaan yang akan dilakukan di kelas I dan kelas II dan menulis lanjut yang akan diajarkan di kelas III, IV, V dan VI.
Berbicara mengenai membaca menulis permulaan bagi siswa kelas rendah Sekolah Dasar tidak lepas dari tujuan pembelajaran, materi, metode dan penilaian tentang kemampuan membaca menulis permulaan tersebut. Oleh karena itu pada bagian ini akan dibicarakan hal-hal tersebut.
Membaca permulaan merupakan tahapan proses belajar membaca bagi siswa sekolah dasar kelas awal. Siswa belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik. Oleh karena itu guru perlu merancang pembelajaran membaca dengan baik.sehingga mampu menumbuhkan kebiasaan membaca sebagai suatu yang menyenangkan.
Pada tingkatan membaca permulaan, pembaca belum memiliki keterampilan kemampuan membaca yang sesungguhnya, tetapi masih dalam tahap belajar untuk memperoleh keterampilan / kemampuan membaca. Membaca pada tigngkatan ini merupakan kegiatan belajar mengenal bahasa tulis. Melalui tulisan itulah siswa dituntut dapat menyuarakan lambing-lambang bunyi bahasa tersebut, untuk memperoleh kemampuan membaca diperlukan tiga syarat, yaitu kemampuan membunyikan (a) lambang-lambang tulisan, (b) penguasaan kosakata untuk memberi arti, dan (c) memasukkan makna dalam kemahiran bahasa. Membaca permulaan merupakan suatu proses keterampilan dan kognitif. Proses keterampilan menunjuk pada pengenalan dan penguasaan lambang-lambang fonem, sedangkan proses kognitif menunjuk pada penggunaan lambang-lambang fonem yang sudah dikenal untuk memahai makna suatu kata atau kalimat (Sri Nuryati, 1997: 5)
Pembelajaran membaca permulaan diberikan di kelas I dan II. Tujuannya adalah agar siswa memiliki kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut (Akhadiah, 1991/1992: 31). Pembelajaran membaca permulaan merupakan tingkatan proses pembelajaran membaca untuk menguasai sistem tulisan sebagai representasi visual bahasa. Tingkatan ini sering disebut dengan tingkatan belajar membaca (learning to read). Membaca  lanjut merupakan tingkatan proses penguasaan membaca untuk memperoleh isi pesan yang terkandung dalam tulisan. Tingkatan ini disebut sebagai membaca untuk belajar (reading to learn). Kedua tingkatan tersebut bersifat kontinum, artinya pada tingkatan membaca permulaan yang fokus kegiatannya penguasaan sistem tulisan, telah dimulai pula pembelajaran membaca lanjut dengan pemahaman walaupun terbatas. Demikian juga pada membaca lanjut menekankan pada pemahaman isi bacaan, masih perlu perbaikan dan penyempurnaan penguasaan teknik membaca permulaan.
Pembelajaran membaca permulaan di SD mempunyai nilai yang strategis bagi pengembangan kepribadian dan kemampuan siswa. Pengembangan kepribadian dapat ditanamkan melalui materi teks bacaan (wacana, kalimat, kata,
suku kata, huruf / bunyi bahasa) yang berisi pesan moral, nilai pendidikan, nilai sosial, nilai emosional-spiritual, dan berbagai pesan lainnya sebagai dasar pembentuk kepribadian yang baik pada siswa. Demikian pula dengan pengembangan kemampuan juga dapat diajarkan secara terpadu melalui materi teks bacaan yang berisi berbagai pengetahuan dan pengalaman baru yang pada akhirnya dapat berimplikasi pada pengembangan kemampuan siswa. Akhadiah (1992) dalam Zuchdi dan Budiasih (1996/1997:49) menyatakan bahwa melalui pembelajaran membaca, guru dapat mengembangkan nilai-nilai moral, kemampuan bernalar dan kreativitas anak didik.

b.        Tujuan Pembelajaran Membaca Menulis Permulaan
Membaca menulis permulaan termasuk dalam pembelajaran Bahasa Indonesia yang termuat dalam GBPP (1994 : 86) Bahasa Indonesia kelas I dan II. Adapun tujuan pembelajaran membaca menulis permulaan di kelas I adalah sebagai berikut :
1)        Siswa mampu menulis kata-kata dan kalimat sederhana dan membaca dengan lafal dan intonasi yang wajar.
2)        Siswa mampu menuliskan kegiatan sehari-hari dengan kalimat sederhana.
3)        Siswa mengenal sifat-sifat dan watak yang baik melalui bacaan, cerita, percakapan dan kegiatan sehari-hari.
4)        Siswa mampu memahami bermacam-macam cerita.
5)        Siswa mampu melafalkan kata-kata dalam bait-bait yang sesuai dengan anak.
6)        Siswa mampu menceritakan dan menuliskan tentang benda-benda yang dikenang.
Tujuan pembelajaran membaca menulis di kelas II adalah sebagai berikut :
1)        Siswa mampu membaca bacaan pendek dengan lafal dan informasi yang wajar.
2)        Siswa mampu memahami cerita yang didengar atau dibaca yang dapat mengajukan atau menjawab pertanyaan serta dapat menceritakan kembali.
3)        Siswa mampu membaca puisi yang sesuai untuk anak-anak.
4)        Siswa mampu mengungkapkan perasaan dengan kalimat sederhana mengenai bermacam-macam sifat, kebiasaan dan watak pelaku dalam bacaan atau cerita yang didengarkan.
5)        Siswa mampu menuliskan pesan, perasaan dan keinginannya.
Bahwa Julie Salmons adalah seorang pelatih dalam membaca dan guru pribadi para membaca yang berjuang, mempercayai data dari pertemuan yang membahas tentang tujuan membaca permulaan adalah dapat membantu untuk menciptakan dan mempertahankan suatu pengertian atau pengetahuan yang didapat siswa yang berfungsi untuk menambah atau meningkatkan prestasi siswa

c.         Kesulitan Siswa Membaca Permulaan
Membaca permulaan bertitik tolak dari siswa duduk di kelas I, karena mereka baru pertama kali duduk di bangku Sekolah Dasar. Kemudian tugas mengajarkan membaca kepada siswa ada pada guru. Dalam membaca permulaan diperlukan berbagai pendekatan membaca secara tepat, seperti dengan menggunakan metode eja, metode kata lembaga, metode global, serta metode Struktural Analitik dan Sintetik (SAS).
Pada tahap membaca permulaan siswa mulai diperkenalkan dengan berbagai simbol huruf, mulai dari simbol huruf /a/ sampai dengan /z/. Caranya bergantung teknik pendekatan yang digunakan guru, yaitu dapat dimulai dari pengolahan kata dari sebagian untuk seluruh atau dari seluruh kemudian dicerai menjadi bagian-bagian huruf yang terkecil. Mercer dalam Abdurrahman (1999:204) mengidentifikasikan bahwa ada 4 kelompok karakteristik siswa yang kurang mampu membaca permulaan, yaitu dilihat  dari: (1) kebiasaan membaca, (2) kekeliruan mengenal kata, (3) kekeliruan pemahaman, dan (4) gejala-gejala serbaneka.
Siswa yang sulit membaca sering memperlihatkan kebiasaan dan tingkah laku yang tidak wajar. Gejala-gejala gerakannya penuh ketegangan seperti: (1) Mengernyitkan kening; (2) Gelisah; (3) Irama suara meninggi; (4) Menggigit bibir; (5) Adanya perasaan tidak aman yang ditandai dengan perilaku menolak untuk membaca, menangis, atau mencoba melawan guru.
Gejala-gejala tersebut muncul akibat dari kesulitan siswa dalam membaca. Indikator kesulitan siswa dalam membaca permulaan, antara lain: (1) siswa tidak mengenali huruf; (2) siswa sulit membedakan huruf; (3) siswa kurang yakin dengan huruf yang dibacanya itu benar; (4) siswa tidak mengetahui makna kata atau kalimat yang dibacanya.
Dari uraian di atasa dapat penulis simpulkan bahwa identifikasi kesulitan siswa dalam membaca permulaan dapat terlihat dari gejala-gejala perilaku dan gerakan-gerakan dalam menghadapi teks bacaan. Oleh karena itu untuk mengidentifikasikan kesulitan siswa ini, perlu suatu upaya dari guru kelas agar gejala-gejala tersebut dapat segera teratasi.

d.        Belajar Membaca Menulis Permulaan
Hasil tes awal kemampuan membaca anak SD-MI kelas I menunjukkan bahwa pada umumnya siswa yang pernah masuk TK kemampuan membacanya lebih baik dibandingkan dengan siswa yang tidak dari TK. Hal tersebut antara lain disebabkan karena kesiapan belajar membaca mereka (pengenalan huruf dan sosialisasi antar anak) lebih baik daripada mereka yang tidak dari TK. Selain itu, pada umumnya anak yang masuk TK berasal dari keluarga yang tinggal di perkotaan dan secara sosial ekonomi lebih mampu .
Selain faktor latar belakang pengalaman belajar, para peneliti menemukan  bahwa siswa yang diajar membaca dengan menggunakan metode mengeja, kemampuan membacanya pada umumnya lebih rendah dibandingkan dengan yang belajar menggunakan metode lain.
Dalam tes membaca untuk kelas I banyak anak yang terlalu sibuk mengeja dan menyuarakan huruf huruf, sehingga tidak memahami makna kata. Mereka juga mengalami kesulitan terutama untuk mengeja/membaca kata kata yang menggunakan konsonan/vokal rangkap (bendera, mengganggu, kerbau). Kesibukan mengeja menghambat kemampuan mereka untuk memahami kalimat/cerita yang dibacanya. Akibat selanjutnya adalah siswa mengalami kesulitan menjawab pertanyaan mengenai isi cerita.
Di berbagai negara, belajar membaca dengan mengeja sudah lama ditinggalkan karena banyak kelemahannya. Kalau guru mengajarkan anak mengeja sesuai dengan bunyi abjad i… b …u sebenarnya banyak anak yang menjadi bingung, mengapa dibaca "Ibu" bukan "ibeu", begitu pula kalau diajarkannya dengan bunyi "i" "eb" "u" mengapa menjadi "ibu" bukan "iebu".
Tingkat kesulitan bagi siswa lebih tinggi lagi untuk kata kata  seperti "menyanyi", "belanja" "belanjaannya" danseterusnya. Akibat dari berbagai kesulitan tersebut , kecepatan membaca dan pemahaman siswa sangat rendah.
Menurut hasil penelitian di beberapa negara, kebiasaan mengeja tadi bisa terbawa sampai dewasa. Pengenalan huruf memang perlu, tetapi penekanan pada mengeja lebih banyak merugikan.
Bagaimana sebaiknya? Bagi anak-anak TK dan kelas awal, kegiatan menggambar, bercerita, membaca, dan menulis sebaiknya merupakan kegiatan terpadu. Belajar Membaca Permulaan dengan Gambar. Belajar membaca permulaan, sebaiknya dilakukan melalui gambar-gambar dengan kata-kata sederhana (meja, topi kuda). Anak sebaiknya belajar membaca kata-kata secara utuh yang bermakna bukan huruf  demi huruf. Setelah dapat membaca secara utuh, anak belajar membaca suku kata, dan kalau perlu huruf huruf, bukan dibalik, belajar huruf dulu.
Kemampuan anak untuk mengekspresikan diri (lisan maupun tertulis) dapat dikembangkan melalui pengalaman nyata siswa, yang diungkapkan melalui kegiatan menggambar dan bercerita dengan menggunakan kata-kata dari anak itu sendiri. Kalau anak belum dapat menulis, guru membantu menuliskan apa yang diceritakan siswa.
Dengan kata lain, belajar membaca dan menulis permulaan paling bagus dikembangkan dalam konteks dan menggunakan kata kata siswa sendiri, bukan melalui kata-kata lepas atau kalimat yang dibuat guru atau mengutip dari buku.

e.         Pembelajaran Membaca Menulis Permulaan di SD/MI
Pembelajaran membaca permulaan di SD/MI mempunyai nilai yang strategis bagi pengembangan kepribadian dan kemampuan siswa. Pengembangan kepribadian dapat ditanamkan melalui materi teks bacaan (wacana, kalimat, kata, suku kata, huruf/bunyi bahasa) yang berisi pesan moral, nilai pendidikan, nilai sosial, nilai emosional-spiritual dan berbagai pesan lainnya sebagai dasar pembentuk kepribadian yang baik pada siswa.
Demikian pula dalam pengembangan kemampuan juga dapat diajarkan secara terpadu melalui materi teks bacaan yang berisi berbagai pengetahuan dan pengalaman baru yang pada akhirnya dapat berimplikasi pada pengembangan kemampuan siswa. Akhadiah (1992) dalam Zuchdi dan Budiasih (1996/1997 : 59) menyatakan bahwa melalui pembelajaran membaca, guru dapat mengembangkan nilai-nilai moral, kemampuan bernalar dan kreativitas anak didik.
Kegiatan membaca permulaan tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan menulis permulaan. Artinya, kedua macam keterampilan berbahasa tersebut dapat dilatihkan secara bersamaan. Ketika siswa belajar membaca, siswa juga belajar mengenal tulisan yakni berupa huruf, sukukata, kata, kalimat yang dibaca. Setelah belajar membaca satuan unit bahasa tersebut, siswa perlu belajar bagaimana menuliskannya. Demikian pula sebaliknya, ketika siswa belajar menulis huruf - suku kata – kata - kalimat, siswa juga belajar bagaimana cara membaca satuan unit bahasa tersebut.
Meskipun pembelajaran membaca dan menulis permulaan dapat diajarkan secara terpadu, namun pelaksanaanya tetap dilakukan secara terpadu, dimulai kegiatan membaca terlebih dahulu baru kemudian dipadukan dengan kegiatan menulis. Hal ini dilakukan karena keterampilan membaca dapat diprediksikan mempunyai tingkat kesulitan lebih rendah dari pada keterampilan menulis yang mempunyai tingkat kesulitan lebih tinggi karena perlu melibatkan keterampilan penunjang khusus yaitu berkaitan dengan kesiapan keterampilan motorik siswa. Meskipun mempunyai keterampilan membaca mempunyai tingkat kesulitan lebih rendah, namun masih cukup banyak dijumpai berbagai kasus tentang kesulitan anak dalam membaca. Oleh karena itu dalam bahasan ini difokuskan pada pembelajaran membaca, yakni membaca permulaan di SD/MI.
Hasil belajar yang diharapkan dalam pembelajaran membaca permulaan di kelas II SD/MI antara lain siswa dapat :
1)        Membiasakan diri dan bersikap dengan benar dalam membaca gambar tunggal, gambar seri dan gambar dalam buku.
2)        Membaca nyaring suku kata, kata, label, angka Arab, kalimat sederhana.
3)        Membaca bersuara (lancar) kalimat sederhana terdiri atas 3-5 kata.
4)        Membacakan penggalan cerita dengan lafal dan intonasi yang tepat (Depdiknas, 2003).
Hasil belajar yang telah ditetapkan dalam kurikulum tersebut dapat dikembangkan sesuai dengan kemampuan dan kondisi siswa. Pencapaiannya juga perlu dilakukan secara bertahap berdasarkan tingkat kesulitan materi, kemampuan siswa, kondisi lingkungan setempat, ketersediaan sarana dan prasarana dan sebagainya.
Pembiasaan diri dalam bersikap membaca termasuk langkah awal dalam pembelajaran membaca permulaan. Siswa SD/MI perlu dilatih bagaimana sikap duduk dalam membaca, berapa jarak ideal antara mata dengan bahan bacaan, bagaimana cara meletakkan buku atau posisi di meja, bagaiman cara memegang buku, bagaimana cara membuka halaman demi halaman pada buku yang dibaca. Setelah materi tersebut dikuasai, baru mulai dilakukan pembelajaran membaca nyaring tentang suku kata, kata, label, angka Arab, serta kalimat sederhana. Dalam pelaksanaan pembelajarannya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu induktif dan deduktif. Model induktif yaitu model pembelajaran dari khusus ke umum, sedangkan model deduktif yaitu model pembelajaran dari umum ke khusus. Dalam model induktif, siswa SD/MI diperkenalkan unit bahasa terkecil terlebih dahulu baru kemudian mengenalkan kalimat dan wacana. Jadi, siswa diperkenalkan dulu bunyi-bunyi bahasa atau huruf-huruf, baru diperkenalkan suku kata. Dari suku kata selanjutnya diperkenalkan kata dan dilanjutkan pengenalan kalimat serta teks bacaan utuh atau wacana. Metode pembelajaran membaca menulis permulaan yang menggunakan model pembelajaran induktif tersebut adalah :
1)        Metode Abjad
2)        Metode Bunyi
3)        Metode Suku Kata
4)        Metode Kata Lembaga
Metode suku kata adalah metode pembelajaran membaca dan menulis permulaan dengan langkah-lanhkah menyajikan kata-kata yang sudah dikupas menjadi suku kata. Kemudian suku kata itu dirangkaikan menjadi kata dan langkah terakhir merangkai kata menjadi kalimat. Metode ini hampir sama dengan Metode Kata Lembaga, yakni pembelajaran membaca dan menulis permulaan yang pelaksanaan pembelajarannya dimulai dengan mengenalkan kata. Dalam Zuchdi dan Budiasih (1996/1997) disebutkan bahwa ‘kata lembaga’ adalah kata-kata yang sudah dikenal anak.
Dalam model deduktif, siswa SD/MI diperkenalkan unit bahasa terbesar terlebih dahulu (kalimat, wacana) baru kemudian mengenalkan kata, suku kata, sampai dengan huruf-huruf atau bunyi-bunyi bahasa. Metode pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran deduktif tersebut adalah Metode Global dan Metode SAS. Zuchdi dan Budiasih (1996/1997) menyatakan bahwa Metode Global timbul sebagai akibat adanya pengaruh psikologi gestalt, yang berpendapat bahwa suatu kebulatan atau kesatuan akan lebih bermakna dari pada jumlah bagian-bagiannya. Dalam penerapannya metode ini memperkenalkan kepada siswa SD/MI beberapa kalimat untuk dibaca. Meskipun siswa belum mengenal huruf-huruf atau kata, siswa tetap diajarkan untuk membaca kalimat tersebut dengan cara menirukan ulang kalimat yang dibaca oleh guru. Selanjutnya satu diantara kalimat tersebut diambil dan digunakan sebagai contoh dari kalimat yang akan dianalisis. Kalimat-kalimat tersebut diuraikan atas kata, suku kata, huruf-huruf. Sesudah siswa mengenal huruf-huruf, barulah huruf-huruf tersebut dirangkaikan menjadi suku kata, suku kata menjadi kata dan kata-kata menjadi kalimat.
Istilah SAS berasal dari singkatan Struktural Analisis Sintetik. Metode SAS adalah metode pembelajaran membaca dan menulis permulaan yang dimulai dengan langkah bercerita sambil menunjukkan gambar pendukung. Setelah itu siswa diajak untuk membaca gambar tersebut, yang dilanjutkan dengan membaca kalimat yang ada dibawah gambar. Selanjutnya gambar dilepas atau diambil dan tinggal kalimatnya. Siswa berlatih membaca kalimat tanpa bantuan gambar (proses struktural). Kalimat tersebut lalu dianalisis menjadi kata, suku kata, huruf-huruf (proses analitik). Langkah terakhir adalah menggabungkan kembali huruf-huruf menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, dan kata-kata menjadi kalimat (proses sintetik).
Metode-metode pembelajaran membaca permulaan tersebut merupakan alternatif upaya yang dilakukan agar siswa ‘melek huruf atau melek wacana’. Dengan kata lain metode pembelajaran membaca permulaan tersebut merupakan alternatif cara yang dapat dipilih oleh guru agar siswa SD/MI dapat membaca dengan lancar. Setelah siswa dapat membaca dengan lancar, barulah siswa dilatih untuk membaca berbagai teks bacaan sesuai kemampuan yang dimilikinya. Dalam rangka melancarkan keterampilan membaca, diajarkan pula cara melafalkan kata dan kalimat yang benar serta diajarkan pula bagaimana intonasi yang wajar dalam membaca. Selain teks nonsastra, teks sastra dikenalkan pula pada anak dalam pembelajaran membaca permulaan, misalnya dalam pembelajaran membacakan penggalan cerita dengan lafal dan intonasi yang tepat.

Post a Comment for "Membaca Menulis Permulaan Pada Siswa Sekolah Dasar"