Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

CONTOH ARTIKEL PTK SMA FISIKA

(Artikel Ini Sudah Diterbitkan Dalam Jurnal)


UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR FISIKA POKOK BAHASAN KALOR DENGAN PENDEKATAN CTL (CONTEXTUAL, TEACHING AND LEARNING) PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KARANGBINANGUN TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Drs. Muh. Asikan
SMA Negeri 1 Karangbinangun

Abstract: Tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar mata pelajaran fisika pokok bahasan kalor dengan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning). Subyek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X Tahun Pelajaran 2012/2013. Sampel dari penelitian ini adalah siswa kelas X-2 dengan jumlah 40 siswa. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah data tentang kondisi awal siswa diambil dari nilai pretest, hasil belajar siswa diperoleh dari pemberian evaliasi (tes tertulis) kepada siswa, penilaian afektif dan psikomotor diperoleh dari pengamatan melalui lembar observasi, data analisis kuisioner diperoleh melalui lembar kuisioner. Hasil analisis data diperoleh Pada siklus I rata-rata nilai tes siswa mencapai 66,88; sedangkan pada siklus II nilai rata-rata siswa mencapai 76,88;. Pada siklus I ketuntasan belajar secara klasikal mencapai 85% pada siklus II sebesar 90%. Hasil belajar efektif siswa pada siklus I siswa secara klasikal yang mencapai ketuntasan 39 siswa ( 97,5% ), sedangkan pada siklus II seluruh siswa telah mencapai ketuntasan dan dinyatakan tuntas 100 %. Hasil belajar psikomotrik pada siklus I siswa secara klasikal yang mencapai ketuntasan 75% ada 29 siswa (72,5 %). Pada siklus II mencapai ketuntasan ada 31 siswa (77.5%). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Fisika dengan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) dapat meningkatkan hasil belajar siswa dengan pencapaian yang cukup signifikan.

Kata Kunci: Hasil Belajar, Contextual Teaching and Learning (CTL)

Belajar adalah suatu perubahan perilaku sebagai hasil pengalaman. James O. Whittaker dalam Max Darsono (2000:4), mengemukakan belajar adalah proses yang menimbulkan atau merubah perilaku melalui latihan atau pengalaman. Menurut W. S. Winkel dalam Maz Darsono (2000:4), belajar adalah suatu aktifitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap.
Atas dasar pendapat-pendapat tersebut dapatlah disimpulkan bahwa belajar adalah suatu perubahan dalam diri seseorang (terbentuknya asosiasi-asosiasi baru) berupa tingkah laku, pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai-sikap karena pengalaman atau interaksi dengan lingkungan.
Dalam membelajarkan siswa guru dapat menggunakan berbagai metode pembelajaran namun perlu diperhatikan bahwa belajar yang efektif dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa, siswa aktif dan guru sebagai fasilitator.
Suatu proses belajar diharapkan menghasilkan sesuatu yang disebut hasil belajar. Hasil belajar itu dapat berupa pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang dapat diklasifikasikan ke dalam aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Aspek kognitif mencakup kemampuan berpikir, termasuk kemampuan memahami, menghafal, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Aspek afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Aspek psikomotor mencakup imitasi, manipulasi, presisi, artikulasi, dan naturalisasi (Tim Peneliti Program Pasca Sarjana UNY,2003:1-5).
Fisika merupakan salah satu cabang sains yang mempelajari gejala–gejala alam melalui penelitian, percobaan, dan pengukuran yang disajikan secara matematis berdasarkan hukum – hukum dasar untuk menemukan hubungan antara kenyataan yang ada di alam ( Druxes, 1989:3 )
Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan sengaja oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah kearah yang lebih baik. Oleh karena itu pembelajaran bertujuan membantu siswa agar memperoleh berbagai pengalaman dan dengan pengalaman itu tingkah laku siswa bertambah, baik kuantitas maupun kwalitas. Tingkah laku yang dimaksud adalah meliputi pengetahuan, ketrampilan, dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku siswa (Darsono, 2000:24-26).
   Karakteristik pembelajaran efektif adalah memudahkan siswa belajar sesuatu yang bermanfaat, seperti : fakta keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan sesama, atau sesuatu hasil yang diinginkan (Anwar Jasin,1996:12). Menurut Wayan Memes (2000:7), pengetahuan konkrit lebih mudah diterima oleh siswa daripada pengetahuan yang masih abstrak. Dalam kondisi pembelajaran yang kondusif, yang melibatkan siswa secara aktif dalam mengamati, mengoperasikan alat, atau berlatih menggunakan objek konkrit disertai dengan diskusi diharapkan siswa dapat bangkit sendiri untuk berfikir, untuk menganalisis data, untuk menjelaskan ide, untuk bertanya, untuk berdiskusi, dan untuk menulis apa yang dipikirkan sehingga memberi kesempatan siswa untuk mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri.
Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan anatara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari (Sungkowo,2003:1).
Pendekatan kontekstual (CTL) merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan yang memungkinkan siswa untuk menguatkan, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan ketrampilan akademik mereka dalam berbagai tatanan kehidupan baik di sekolah maupun di luar sekolah. Selain itu siswa dilatih untuk dapat memecahkan masalah yang mereka hadapi dalan suatu situasi, misalnya dalam bentuk simulasi, dan masalah yang memang ada di dunia nyata. Dengan pendekatan kontekstual siswa belajar diawali dengan pengetahuan, pengalaman, dan konteks keseharian yang mereka miliki yang dikaitkan dengan konsep mata pelajaran yang dipelajari di kelas, dan selanjutnya dimungkinkan untuk mengimplementasikannya dalam kehidupan keseharian mereka (Nurhadi,2003:7).
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memuat segala sesuatu (pengetahuan) yang perlu disampaikan kepada siswa dan mendorong siswa mengembangkannya, menerapkannya, menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pendekatan kontekstual (CTL) sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) karena melalui pembelajaran dengan pendekatan kontekstual siswa akan dibawa tidak hanya masuk ke kawasan pengetahuan, tetapi juga sampai pada penerapannya pengetahuan. Selain itu dengan pendekatan kontekstual siswa dibantu menguasai kompetensi yang dipersyaratkan dalam KTSP.
Penerapan Pendekatan Kontekstual (CTL) dalam pembelajaran materi pokok kalor materi Pokok Kalor merupakan salah satu bahan kajian sains fisika kelas X semester genap siswa SMA atau sederajat. Kompetensi dasar yang ingin dicapai dalam pembelajaran materi pokok kalor adalah mendeskripsikan peran kalor dalam mengubah wujud dan suhu suatu benda serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Depdiknas,2003:23-24). Diharapkan kompetensi dasar tersebut dapat tercapai sehingga harapan siswa dapat menghubungkan dan menerapkan materi pelajaran dalam kehidupan sehari-hari dapat berhasil sehingga bermanfaat dalam kehidupan siswa di kemudian hari. Pendekatan kontekstual sangat tepat digunakan dalam pembelajaran ini karena selain pendekatan konsep dan pendekatan ketrampilan proses juga pendekatan ini melibatkan siswa aktif dan mengkaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata. Proses pembelajaran dengan pendekatan CTL yang melibatkan siswa secara aktif diharapkan dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk mengkontruksi pengetahuan mereka sehingga hasil pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi siswa.
Permasalahan-permasalahan tersebut menyebabkan hasil belajar fisika kurang maksimal yang berdampak tidak tercapainya ketuntasan belajar secara klasikal maupun individu. Untuk meminimalisasi dan menantisipasi permasalahan tersebut diperlukan sebuah strategi pembelajaran lain yang lebih memberdayakan siswa dan sesuai dengan kurikulum yang berlaku saat ini yaitu CTL. Sebuah strategi yang tidak mengharuskan siswa menghafal fakta, rumus-rumus tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka. Pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama yang harus diterapkan dalam pembelajarannya, yaitu : konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflecting), dan penilaian sebenarnya (Autentic Assessment) (Depdiknas,2003:10). Oleh sebab itu proses pembelajaran dapat menggunakan pendekatan CTL
Tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar mata pelajaran fisika pokok bahasan kalor dengan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning). Sedangkan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat (1) Bagi siswa, memudahkan siswa dalam memahami dan menguasai fisika melalui pengalaman nyata dalam pembelajaran. (2) Bagi guru, memberi konsep yang jelas mengenai pendekatan CTL sebagai upaya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. (3) Bagi sekolah, penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dalam pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

METODE
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain penelitian tindakan kelas (PTK) yang berkolaborasi dengan melibatkan guru bidang studi, untuk bersama-sama melakukan penelitian. Peneliti bertindak sebagai pengajar dan observer ranah afektif, sedangkan guru bidang studi sebagai observer ranah psikomotorik. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus, dengan tiap siklus mempunyai 4 tahapan, yaitu : Planning (rencana), Action (tindakan), Observation (pengamatan), Reflection (refleksi).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X semester genap SMA Negeri 1 Karangbinangun 2012/2013 yang terdiri 6 kelas. Pengambilan sampel dilakukan secara acak dipilih kelas yang berfungsi sebagai sampel penelitian. Kelas yang digunakan untuk sampel adalah X-2 dengan jumlah 40 siswa. Faktor yang diteliti dalam penelitian ini adalah faktor siswa berupa aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) berlangsung dan hasil belajar yang dicapai.
Metode pengumpulan data yang peneliti lakukan didasarkan pada (1) Sumber Data, Sumber data penelitian adalah siswa SMA Negeri 1 Karangbinangun kelas X tahun pelajaran 2012/2013. (2) Jenis data, Data yang diperoleh adalah meliputi data kuantitatif dan data kualitatif yang terdiri dari kondisi awal siswa untuk kemampuan kognitif, hasil belajar siswa (koqnitif, afektif, dan psikomotorik),dan hasil analisis kuesioner siswa. (3) Cara Pengambilan Data, yakni data tentang kondisi awal siswa diambil dari nilai pretest, hasil belajar siswa diperoleh dari pemberian evaluasi (tes tertulis) kepada siswa. Penilaian afektif dan psikomotorik diperoleh dari pengamatan melalui lembar observasi, dan data analisis kuesioner diperoleh malalui lembar kuesioner.
Pada penelitian ini digunakan metode deskriptif dengan membandingkan hasil belajar siswa sebelum tindakan dengan hasil belajar siswa setelah tindakan. Langkah-langkah pengolahan data sebagai berikut (1) Merekapitulasi nilai ulangan harian sebelum tindakan dan nilai tes akhir siklus I dan siklus II (2) Menghitung nilai rerata atau prosentase hasil belajar siswa sebelum dilakukan tindakan dengan hasil belajar setelah dilakukan tindakan pada siklus I dan siklus II untuk mengetahui adanya peningkatan hasil belajar.
Sebagai tolak ukur keberhasilan penelitian tindakan kelas ini dapat dilihat dari : hasil tes, jika hasil belajar siswa mencapai 65% secara individual dan 85% secara klasikal. Keberhasilan kelas dilihat dari jumlah peserta didik yang mampu memperoleh atau mencapai hasil belajar minimal 65%, sekurang-kurangnya 85% dari jumlah peserta didik yang ada di kelas tersebut (Mulyasa, 2002:99). Untuk penilaian afektif, ketuntasan secara individual adalah 60% dengan ketuntasan klasikal 75% (Depdiknas, 2002:69). Sedangkan penilaian psikomotorik secara individual ketuntasannya adalah 75% (Depdiknas, 2002:102). Indikator keberhasilan penelitian ini sendiri dapat dikatakan berhasil dengan adanya peningkatan hasil belajar siswa untuk tiap siklusnya baik secara klasikal maupun individu. Peningkatan hasil belajar tersebut tercermin dari kenaikan jumlah siswa yang tuntas belajar.
HASIL
     Setelah mengadakan penelitian dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) pada materi pokok kalor, diperoleh data bahwa hasil belajar dalam penelitian ini meliputi tiga aspek, yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotorik. Dari data hasil belajar koqnitif siswa pada tahap sebelum dan sesudah diterapkan pendekatan kontekstual dapat dilihat nilai rata-rata tes siswa sebelum diterapkan pendekatan CTL adalah 35,08, dan setelah diterapkan pendekatan CTL meningkat menjadi 66,88 pada siklus I dan 76,88 pada siklus II. Ketuntasan belajar secara klasikal juga mengalami peningkatan, sebelum diterapkan pendekatan CTL ketuntasan belajar secara klasikal adalah 0%, dan setelah diterapkan pendekatan CTL meningkat menjadi 85%  pada siklus I dan 90% siklus II. Siswa secara klasikal yang memperoleh nilai 65 ke atas adalah 34 siswa dengan ketuntasan belajar 85% pada siklus  I, dan 36 siswa dengan ketuntasan belajar 90% pada siklus II.
Data hasil pengamatan ranah afektif diperoleh dari lembar observasi meliputi sikap, minat, dan nilai. Criteria sikap, minat, dan nilai disimpulkan bahwa pada siklus I siswa secara klasikal yang memperoleh nilai 60 ke atas adalah 39 siswa dan dinyatakan tuntas, siswa yang mendapat nilai kurang dari 60 adalah 1 siswa dan dinyatakan belum tuntas. Dengan demikian ketuntasan klasikal (penilaian afektif) adalah 97,5%. Pada siklus II seluruh siswa memperoleh nilai 60 ke atas dan dinyatakan tuntas 100% (penilaian afektif). data hasil pengamatan ranah psikomotorik diperoleh dari hasil observasi. Hasil penilaian psikomotorik siklus I dapat dilihat bahwa siswa secara klasikal yang memperoleh nilai 75 ke atas adalah 29 siswa dan dinyatakan tuntas. Siswa yang mendapat nilai kurang dari 75 adalah 11 siswa dan dinyatakan belum tuntas. Dengan demikian ketuntasan klasikal adalah 72,5%. Pada siklus II siswa secara klasikal yang memperoleh nilai 75 ke atas adalah 31 siswa dan dinyatkan tuntas. Siswa yang mendapat nilai kurang dari 75 adalah 9 siswa dan dinyatakan belum tuntas. Dengan demikian ketuntasan klasikal adalah 77,5%.
Dari perhitungan pada siklus I, rerata skor kelas 37, 98, sehingga ketertarikan siswa terhadap pembelajaran kontekstual pada siklus I tergolong positif / tinggi. Sedangkan pada siklus II, rerata skor kelas sebesar 38,33; sehingga ketertarikan siswa terhadap pembelajaran kontekstual pada siklus I tergolong sangat positif/sangat tinggi.

PEMBAHASAN
Data awal diperoleh dari nilai rerata pretes sebelum diadakan penelitian sebesar 35,08 dengan ketuntasan klasikal 0%. Setelah diadakan penelitian dengan pendekatan kontekstual pada materi pokok kalor, pada siklus I diperoleh rata-rata nilai tes siswa mencapai 76,88. Pada siklus I ketuntasan belajar secara klasikal mencapai 85% dan pada siklus II mencapai ketuntasan belajar secara klasikal sebesar 90%. Dengan demikian hasil belajar kognitif siswa pada siklus I dan II sudah memenuhi indikator  yang telah ditetapkan dalam penelitian yaitu sekurang-kurangnya 85% dari keseluruhan siswa yang ada di kelas tersebut memperoleh nilai 65 atau mencapai ketuntasan 65%.
Dari hasil data penelitian diketahui bahwa nilai rerata dan ketuntasan kelas mengalami peningkatan. Dengan adanya peningkatan tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran kontekstual, yang mengkaitkan antara materi pelajaran dengan situasi dunia nyata siswa melalui komponen-komponen utama dalam pembelajarannya dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep kalor. Peningkatan nilai rata-rata siswa pada setiap siklusnya ini karena siswa terlibat langsung secara aktif dalam proses pembelajaran dan akibat dari melihat, mengalami dan mengamati obyek secara langsung atau nyata yang memiliki dampak positif untuk siswa, dalam peningkatan hasil pembelajaran.
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual siswa tidak hanya sekedar menghafal, tetapi juga harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka (filosofi konstruktivisme), siswa belajar dari mengalami, mencacat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru dan bukan diberi dari guru (Depdiknas, 2003:3). Pengetahuan tumbuh berkembang melalui pengalaman. Pemahaman berkembang semakin dalam dan semakin kuat karea selalu diuji dengan pengalaman baru. Hal ini sejalan dengan pendapat Piaget (Depdiknas, 2003:12) bahwa struktur pengetahuan yang sudah ada. Dengan demikian siswa akan selalu merefleksi pengetahuan yang baru diterimanya.
Pada siklus I hasil belajar afektif siswa kategori positif/tinggi ada 33 siswa, pada siklus I ada 8 siswa. Siswa dengan kategori sangat positif/sangat tinggi pada siklus I ada 6 siswa, siklus II ada 32 siswa. Sedangkan siswa yang mencapai ketuntasan belajar 60% ada 39 siswa (97,5%) pada siklus I, dan seluruh siswa telah mencapai ketuntasan belajar 60% pada siklus II. Dengan demikian pada siklus I dan II hasil belajar afektif siswa sudah memenuhi indikator yang ditetapkan dalam penelitian ini yaitu sekurang-kurangnya 75% dari keseluruhan siswa yang ada di kelas tersebut mencapai ketuntasan belajar afektif 60%. Pada siklus I terdapat 11 siswa yang belum dinyatakan belum tuntas dan secara klasikal  ketuntasannya 72,5%. Sedangkan pada siklus II terdapat 9 siswa yang belum dinyatakan belum tuntas dan secara klasikal ketuntasannya 77,5%. Dengan demikian, pada siklus I hasil belajar psikomotorik siswa belum memenuhi indikator yang ditetapkan dalam penelitian ini yaitu sekurang-kurangnya 75% dari keseluruhan siswa yang ada di kelas tersebut mencapai ketuntasan belajar 75%.
Pada siklus I hasil belajar kognitif dan afektif siswa sudah memenuhi indikator yang telah ditetapkan, namun hasil belajar psikomotorik siswa belum memenuhi indikator yang telah ditetapkan, sehingga dilanjutkan dengan siklus II untuk memenuhi indikator yang telah ditetapkan dalam penelitian. Pada siklus II hasil belajar kognitif, afektif dan psikomotorik siswa sudah memenuhi indikator yang telah ditetapkan dalam penelitian.
Belum tercapainya indicator yang telah ditetapkan dalam penelitian ini dikarenakan masih ditemukannya permasalahan-permasalahan yang ada pada siklus I. Permasalahan-permasalahan tersebut antara lain adalah siswa mula-mula kurang bisa menerima pembagian kelompok secara heterogen yang memiliki kemampuan akademis tinggi, sedang dan rendah karena mereka sudah terbiasa dengan teman-teman dalam kelompok sebelumnya yang tidak heterogen, karena kelompok sebelumya dibentuk berdasarkan pilihan siswa sendiri terdiri dari siswa-siswa yang akrab atau teman sepermainan. Namun setelah diberi pengertian oleh guru akhirnya mereka bisa menerima juga. Selain itu karena sudah terbiasa dengan pembelajaran yang teacher orientic  mula – mula siswa merasa bingung sehingga mengakibatkan suasana kelas agak ramai. Siswa juga kurang terampil menggunakan alat karena mereka jarang praktek di laboratorium pada pembelajaran sebelumnya. Padahal dalam kondisi pembelajaran yang kondusif, yang melibatkan siswa secara aktif dalam mengamati, dalam mengoperasikan alat, atau berlatih menggunakan objek konkrit disertai dengan diskusi diharapkan siswa dapat bangkit sendiri untuk berfikir, untuk menganalisis data, untuk menjelaskan ide, untuk bertanya, untuk berdiskusi, dan untuk menulis apa yang dipikirkan sehingga member kesempatan siswa untuk mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri. Dimana hal tersebut (kontruktivisme) merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan konteksual (Nurhadi, 2003:33).
            Sehingga pada siklus II, guru melaksanakan perbaikan pembelajaran untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada pada siklus I. upaya yang dilakukan adalah dengan memotivasi siswa agara bertanya tentang materi yang belum jelas, lebih berperan aktif baik dalam diskusi, dalam pengamatan, maupun dalam praktek, meminta siswa untuk mencermati LKS yang diberikan sebelum bekerja, berdiskusi dan bekerjasama dengan teman satu kelomopoknya dalam mengerjakan tugas.
            Pada siklus II sudah tidak lagi ditemukan kendala-kendala berarti, karena siswa sudah dapat menyesuaikan dengan pembelajaran menggunakan pendekatan CTL. Suasana kelas sudah tidak seramai pada siklus I. siswa-siswa banyak mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, dan berdiskusi dengan anggota kelompok. Siswa sudah dapat menerima pembagian kelompok secara heterogen, masing-masing individu dalam kelompok sudah menyadari akan tanggungjawab sebagai anggota kelmpok sehingga kerjasama antaranggota kelompok berjalan dengan baik dan tugas-tugas yang diberikan guru dapat dengan mudah diselesaikan oleh masing-masing kelompok.
            Hasil analisis kuesioner siswa menunjukan adanya minat, ketertarikan dan tanggapan yang bagus dari siswa. Hal ini dapat dilihat dari perhitungan ( lampiran 16 )  pada siklus I, rerata skor kelas sebesar 37,98; sehingga ketertarikan siswa trhadap pembelajaran kontekstual pada siklus I tergolong posotif/tinggi. Sedangkan pada siklus II, rerata skor kelas sebesar 38,33; sehingga ketertarikan siswa terhadap pembelajaran kontekstual pada siklus II tergolong sangat positif/tinggi, sehingga dapat menambah minat dan motivasi siswa dalam belajar. Dengan meningkatnya motivasi dan minat siswa dalam belajar dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
            Pada prinsipnya seluruh rangkaian proses penelitian dengan menggunakan pendekatan CTL ini adalah membantu siswa untuk melihat makna suatu teori atau bahan pelajaran dalam hal ini adalah materi pokok kalor, dengan cara mengkaitkan konsep materi pelajaran dengan konteks kehidupan mereka sehari – hari.
SIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada Bab IV dapat disimpulkan bahwa (1) Penerapan pendekatan CTL dalam pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa, dapat ditunjukan dari rata – rata nilai tes masing – masing siklus yang mengalami peningkatan. Pada siklus I rata – rata nilai tes siswa mencapai 66,88; sedangkan pada siklus II nilai rata – rata siswa mencapai 76,88;. Pada siklus I ketuntasan belajar secara klasikal mencapai 85% pada siklus II mencapai ketuntasan belajar klasikal sebesar 90%. (2) Hasil belajar efektif siswa pada siklus I siswa secara klasikal yang mencapai ketuntasan 39 siswa ( 97,5% ), sedangkan pada siklus II seluruh siswa telah mencapai ketuntasan dan dinyatakan tuntas 100 %. (3) Hasil belajar psikomotrik pada siklus I siswa secara klasikal yang mencapai ketuntasan 75% ada 29 siswa (72,5 %). Pada siklus II siswa secara klasikal yang mencapai ketuntasan ada 31 siswa (77.5%). (4) Hasil analisi kuesioner siswa menunjukan adanya minat, ketertarikan dan tanggapan yang baik dari siswa. Hal ini dapat dilihat dari rerata skor kelas pada siklus I sebesar 37,98; tergolong positif/tinggi dan pada siklus II, rerata skor kelas sebesar 38,33; tergolong sangat positif/tinggi.
Saran yang penulis sampaikan yaitu pembelajaran dengan pendekatan CTL dapat dijadikan sebagai alternatif pembelajaran bagi guru dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa. Perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan perubahan strategi desain pembelajaran dengan pendekatan CTL sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

DAFTAR RUJUKAN
Amin, Moh. 1987. Mengajarkan IPA dengan Menguunakan Metode Discovery dan Inquiry. Jakarta:Debdikbud
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan System. Jakarta : rineka cipta
Darsono, max. 2000. Belajar dan pembelajaran. Semarang : IKIP Semarang Press
Diknas, 2002. Pedoman Umum Pengembangan System Pengujian Berbasis Kemampuan Dasar SLTP. Jakarta Depdiknas
Diknas. 2003. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sains Jakarta : Depdiknas
Druxes, Herbert, dkk. 1986. Kompedium dikdatik fisika. Bandung; Remaja Karya
Jasin, anwar. 1996. Pembelajaran Efektif Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Kanginan, martin 2003. Fisika SMP Kelas VIII Semester 1. Jakara : Erlangga
Memes, wayan. 2000. Model Pembelajaran Fisika Di SMP Jakarta : depdiknas
Mulyasa. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Rosda Karya
Nurhadi 2003. Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning / CTL) dan penerapanya dalam KBK. Malang : UM PRESS
Purwanto, Budi. 2000. Pelajaran Fisika 2 Untuk Kelas 2 SLTP. Surakarta: PT Tiga Serangkai.
Purwanto, Ngalim, 2000. Prinsip – Prinsip Dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Rosda Karya.
Slameto. 2001. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Subino. 1987. Konstruksi dan Analisis Tes (Suatu Pengantar Kepada Teori Tes dan Pengukuran). Jakarta: Depdikbud
Sudjana, Nana. 2004. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:             Remaja Rosda Karya.
Suherman, Erman. 1990. Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung:         Wijayakusuma.
Sungkowo. 2003. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL). Jakarta:Depdiknas.
Tim pelatih Proyek PGSM, 1999. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Depdikbud.
Tim Peneliti Program Pasca Sarjana UNY. 2003. Pedoman Penilaian Afektif. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Tim Peneliti Program Pasca Sarjana UNY. 2003. Pedoman Penilaian Psikomotorik. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Post a Comment for "CONTOH ARTIKEL PTK SMA FISIKA"